Semarang Contemporary Art Gallery atau Semarang Gallery berada tidak jauh dari Taman Srigunting. Bahkan sudah ada beberapa petunjuk jalan yang sangat jelas menuju ke Semarang Gallery.
Alih-alih melewati jalan yang berada tepat di belakang Pasar Padangrani, saya memilih untuk melalui jalan yang ada di samping Cafe Spiegel. Meskipun sedikit lebih jauh, saya rasa jaraknya tidak sampai 50 meter. Lumayan kan sambil jalan-jalan melihat suasana sekitar.
Memiliki Bangunan Dengan Arsitektur Kolonial Belanda
Nah, menemukan bangunan Semarang Contemporary Art Gallery juga tidak sulit. Berjalan lurus dari Cafe Spiegel, saya berhenti tepat diujung jalan. Ya, di hadapan saya berdiri sebuah gedung bergaya arsitektur khas Kolonial Belanda bercat putih. Di atas pintu depan bangunan tersebut bahkan tertera jelas tulisan "Semarang Contemporary Art Gallery".
Setelah mengambil beberapa foto Semarang Gallery dari bagian depannya, saya melangkah masuk yang langsung disambut dengan mas-mas yang melayani pembelian tiket masuk gallery. Di meja si mas ini tertulis bahwa biaya kontribusi sebesar Rp 10.000 per pengunjung.
Bukan hanya mendapatkan dua lembar tiket unik mirip selembar uang kuno, saya juga mendapatkan stempel bundar merah di tangan sebagai tanda saya pengunjung legal Semarang Gallery.
Pemilik Semarang Contemporary Art Gallery Merupakan Kolektor dan Filantrop Seni
Berjalan melewati bagian tiket, saya melihat beberapa lukisan mengenai proses renovasi bangunan Semarang Gallery. Selain itu, terdapat juga sebuah motor - entah replika atau asli - dengan lukisan di sampingnya yang didedikasikan untuk Marco Simoncelli.
Tidak jauh dari tribut tersebut saya juga menemukan sebuah meja berisi berbagai macam majalah dan buku yang berhubungan dengan seni rupa maupun fotografi.
Selain itu, terdapat juga tulisan panjang di salah satu dinding yang menjelaskan profil Semarang Contemporary Art Gallery. Dari tulisan panjang yang terhampar di hadapan saya, saya mendapatkan beberapa informasi bahwa pemilik Semarang Gallery bernama Chris Darmawan yang merupakan seorang kolektor sekaligus filantropi seni.
Bertemu Lukisan-lukisan Abstrak yang Membuat Dahi Berkerut
Meninggalkan ruang depan, saya memasuki sebuah ruangan yang lebih luas, masih di lantai 1 Semarang Gallery. Terdapat sebuah tangga tepat saat saya menoleh ke kanan, dari pintu masuk ke ruangan tersebut. Tangga tersebut merupakan tangga yang digunakan untuk naik ke lantai 2 Semarang Gallery.
Kali ini saya berada di dalam sebuah ruangan dengan pencahayaan yang cukup redup. Terdapat sekitar 8 lukisan bertema abstrak terpajang rapi di dinding dari masing-masing sisi ruangan. Terlihat di depan salah satu lukisan tersebut, dua orang remaja putri sedang sibuk saling memfoto satu sama lain.
Meskipun saya sangat menyukai seni, tidak terkecuali seni rupa, melihat deretan lukisan abstrak di depan mata saya tidak jarang membuat dahi berkerut secara otomatis. Saya harus memutar otak untuk memahami makna dari masing-masing lukisan yang ada.
Terdapat catatan kecil di samping setiap lukisan, sayangnya catatan tersebut hanya mencantumkan nama pelukisnya dan media yang digunakan untuk menghasilkan lukisan terkait.
Ada Lukisan Jalanan Semarang, Organ Dalam Manusia, dan Presiden Jokowi
Setelah berkeliling sebentar melihat lukisan-lukisan abstrak tersebut dari dekat, saya memutuskan untuk melanjutkan ke lantai 2 Semarang Gallery.
Di lantai 2 suasana terlihat sedikit lebih ramai, sebagian besar sibuk berswafoto dengan latar belakang lukisan pilihan masing-masing. Di bagian tengah ruang utama lantai 2 ini terdapat lubang kotak dilengkapi dinding kaca yang membuat saya bisa leluasa melihat pemandangan di lantai 1.
Sementara untuk lukisan yang dipajang di lantai 2 juga memiliki tema yang berbeda dari lukisan yang ada di lantai 1. Tiga lukisan bertema sama, yakni jembatan dan tower yang dihinggapi burung gagak. Satu lukisan bertema pemandangan jalanan kota Semarang, lengkap dengan bangunan-bangunan legendarisnya. Satu lukisan yang berdekatan dengan pintu masuk menuju ruangan lain menampilkan dua orang anak bertelinga kelinci. Ada juga dua lukisan lainnya dengan tema yang berbeda.
Penasaran, saya meninggalkan riuhnya ruangan utama lantai 2 memasuki sebuah ruangan lain. Di dalamnya hanya ada empat buah lukisan. Salah satunya yang paling menarik perhatian saya. Lukisan tersebut menggambarkan Presiden Jokowi yang dikelilingi oleh Wapres Jusuf Kala dan sejumlah pejabat lainnya.
Jika lukisan lain digambarkan di atas kanvas berbentuk kotak, maka lukisan yang menggambarkan Presiden RI ini menggunakan kanvas berbentuk bulat. Pelukis juga menggunakan dominasi warna oranye pada hasil lukisannya.
Beralih meninggalkan Presiden Jokowi di atas kanvas bulat, saya mendekati ruangan kecil dibalik lukisan pemandangan jalanan Kota Semarang. Hanya ada empat lukisan di dalam ruangan kecil ini. Dua diantaranya merupakan lukisan bertema anggota tubuh manusia.
Kamar Mandi Dengan Patung Miring Legendaris
Kembali ke lantai 1, jika tadi saya masuk ke ruangan lukisan abstrak saat belok kiri dari meja tiket, maka saya sampai ke kamar mandi saat memasuki pintu yang ada di kanan ruangan. Di depan kamar mandi inilah tidak jarang menjadi spot swafoto incaran pengunjung Semarang Gallery. Alasannya tidak lain karena adanya patung miring legendaris Semarang Contemporary Art Gallery. Katanya sih, kalau belum berfoto di samping si patung miring ini, belum lengkap rasanya ke Semarang Gallery.
Selain ruangan-ruangan yang khusus berisi lukisan dan boleh dengan bebas dimasuki pengunjung, terdapat juga beberapa ruangan yang hanya boleh dimasuki oleh staff. Salah satu ruangan yang berada di belakang tribut Marco Simoncelli terlihat dipenuhi staff yang tengah sibuk dengan tugasnya masing-masing.
Jangan Menyentuh Lukisan!
Eits, tidak boleh menyentuh satu pun permukaan lukisan yang ada di dalam Semarang Contemporary Art Gallery. Menyentuh permukaan lukisan sebenarnya sama saja merusak lukisan tersebut. Apalagi saat menyentuh, tangan dalam kondisi basah, berkeringat atau kotor.
Jadi, boleh saja berswafoto selama tidak menyentuh lukisan. Dengan begitu, lukisan-lukisan yang ada kebersihan dan kualitasnya akan tetap terjaga.
Sayang sekali, jam sudah menunjukkan pukul 15.40 WIB dan saya harus bergegas menuju Citraland untuk ikut menonton Dilan 1990. Itu artinya, saya harus segera keluar dari Semarang Contemporary Art Gallery dan mengambil motor yang terparkir manis tidak jauh dari Taman Srigunting. Tentunya setelah mengambil dua botol minuman yang sebelumnya saya titipkan di meja mas-mas tiket Semarang Gallery.
I located your website from Google and I need to claim it was a wonderful discover.
BalasHapusThanks!
Do you have any type of ideas for writing articles? That's
BalasHapuswhere I constantly battle and also I just finish up gazing empty
display for very long time.
I truly delighted in reading this post. I have actually bookmarked your
BalasHapussite, so I can learn more!
There is noticeably a bundle to know about this. I assume you made certain nice points in features also.
BalasHapusSangat mengapresiasi sekali apa yang dilakukan beliau..
BalasHapus